RAHASIA TERUNGKAP: Gempuran Pembangunan di IKN - Benarkah Akan Menjadi Surga Ramah Lingkungan?

Masifnya pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara (IKN) yang mengadopsi gagasan "Forest City" dalam rangka menjaga keselarasan ekosistem, menimbulkan kecemasan di kalangan pengamat lingkungan mengenai potensi dampak lingkungan serta tantangan dalam rehabilitasi hutan.

Robi Deslia Waldi

3/1/20242 min read

Pada pertengahan 2019, Presiden Indonesia Joko Widodo mengumumkan rencana pemindahan ibu kota ke luar Jawa, dan tepatnya berada di wilayah administrasi Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur. Pembangunan IKN ini merupakan salah satu proyek prioritas strategis yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024. Indikasi nominal kebutuhan pendanaan IKN yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024 sebesar Rp466 triliun.

IKN diusung sebagai konsep "Forest City," di mana hanya 25% dari total area yang akan dibangun, sementara 75% sisanya tetap sebagai area hijau, termasuk 65% sebagai hutan tropis. Konsep ini diharapkan menjadikan IKN sebagai ibu kota pertama di dunia yang menerapkan konsep kota hutan yang berkelanjutan.

Pada tahap awal, pembangunan difokuskan pada Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) yang merupakan bagian dari KIKN seluas 6.671 hektar, Kawasan IKN (KIKN) seluas 56.181 hektare, dan Kawasan Pengembangan IKN (KPIKN) seluas 199.962 hektare.

Kini, pembangunan di Kawasan Ibu Kota Negara Nusantara (IKN) sedang berlangsung dengan fokus pada kawasan inti. Proyek ini mencakup pembangunan prasarana dasar seperti jalan, jembatan, dan drainase, dengan konsep "Future Smart Forest City of Indonesia" yang bertujuan menjaga keseimbangan ekosistem. Konsep ini mengusung kota hutan yang berkelanjutan di mana pembangunan kawasannya berada pada lingkungan hutan namun tetap menjaga ekosistem hutan agar tidak terjadi kerusakan alam yang berdampak buruk seperti perubahan iklim, bencana, keanekaragaman hayati serta polusi dengan tidak mengubah morfologi lingkungan.

Konsep yang diusung ini diyakini akan menjadi ibu kota negara yang pertama di dunia yang menerapkan konsep forest city. Hanya 25% dari area Nusantara yang akan dibangun, sedangkan 75% sisanya akan menjadi area hijau yang termasuk 65% area tersebut tetap sebagai hutan tropis. Konsep yang diusung ini karena lokasi IKN berada pada wilayah strategis perlindungan keanekaragaman hayati yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur, yang merupakan bagian dari pulau Kalimantan. Pulau ini juga disebut sebagai Borneo dan ditetapkan sebagai “Paru-Paru Dunia” karena memiliki hutan dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang cukup banyak dan berperan penting dalam penyerapan karbon dan penyedia oksigen.

Wilayah IKN memiliki keanekaragaman hayati (kehati) yang sangat beragam. Sebaran kehati di wilayah IKN ditandai dengan jumlah tumbuhan di Kalimantan Timur sekitar 527 jenis tumbuhan, 180 jenis burung, lebih dari 100 mamalia, 25 jenis herpetofauna dan terdapat spesies dengan status konservasi tinggi, dilindungi, endemik, dan spesies penting. Namun, berdasarkan laporan BPS menyebutkan bahwa luas tutupan hutan di Indonesia sudah berkurang 956 ribu hektare selama periode 2017 hingga 2021. Penurunan luas hutan ini terjadi di Kalimantan, Papua dan Sumatera. Perlu diketahui, penurunan luas tutupan hutan paling banyak itu terjadi di Kalimantan.

Adanya IKN, tentu akan mengurangi luas tutupan hutan di Kalimantan. Oleh karena itu, pemerintah melalui KLHK memiliki tugas berat dalam melakukan rehabilitasi dan reboisasi. Karena tiap tahun, hutan kita terus menyusut. Sementara itu KLHK menargetkan rencana umum rehabilitasi hutan dan lahan akan mencapai 12,23 juta hektare. Langkah ini harus dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan di Indonesia. Meskipun pemerintah sudah berkomitmen untuk membangun sebuah kota hijau, tapi suara suara kritis tetap datang, waktu yang dibutuhkan untuk bisa mentransformasi kawasan hutan IKN itu menjadi hutan kembali yakni 88 tahun.

PBB menilai IKN sudah menerapkan langkah awal yang baik. Namun dalam menjaga dan melestarikan lingkungan yang berkelanjutan, maka pemerintah harus konsisten dan berkomitmen penuh untuk memprioritaskan kepentingan lingkungan dalam pembangunannya. Pemerintah harus mampu membangun aturan bagi penghuni IKN baik itu investor dan pekerja untuk mendukung program keberlanjutan. Di sisi bersamaaan, ekosistem lingkungan di IKN juga wajib dilestarikan akan tidak memberikan dampak lingkungan yang besar.