Pemanfaatan Hutan Lindung dan Produksi: Mendorong Investasi dengan Tetap Memperhatikan Kelestarian

PBPH pada Hutan Lindung maupun Hutan Produksi dilaksanakan dalam rangka peningkatan investasi bidang kehutanan, selain itu juga untuk memberikan kepastian usaha dan kepastian Kawasan dengan tetap memperhatikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial.

Dian Purnama

5/22/2024

Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan berbagai peraturan pelaksanaannya, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8 Tahun 2021, telah mengatur pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi dengan sistem Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang menggunakan pendekatan multi usaha kehutanan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan investasi di sektor kehutanan dan memberikan kepastian usaha serta kepastian kawasan.

PBPH adalah izin usaha yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan kegiatan pemanfaatan hutan. Ini bertujuan untuk menyederhanakan dan mempercepat proses perizinan, serta memastikan bahwa pemanfaatan hutan dilakukan dengan memperhatikan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial.

Permohonan PBPH diajukan melalui Sistem Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS-RBA). Sistem ini dirancang untuk menyederhanakan proses perizinan dengan pendekatan berbasis risiko, memastikan bahwa pelaku usaha dapat mengajukan dan memperoleh izin dengan lebih cepat dan efisien.

Transformasi pengusahaan kehutanan melalui multi usaha kehutanan telah diakomodir dalam sistem OSS-RBA, yang memungkinkan satu perizinan usaha mencakup berbagai kegiatan pemanfaatan hutan. Hal ini mendukung diversifikasi produk dan peningkatan nilai tambah produk hasil hutan.

Kegiatan PBPH di Hutan Lindung, meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Sementara itu, di hutan produksi, PBPH mencakup pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan HHBK, pemungutan hasil hutan kayu, dan pemungutan HHBK.

Kebijakan pemerintah ini tidak hanya bertujuan untuk mendorong investasi, tetapi juga memastikan bahwa kegiatan pemanfaatan hutan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Sistem perizinan yang lebih mudah dan terintegrasi diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi ke sektor kehutanan, yang pada gilirannya akan meningkatkan perekonomian lokal dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

Pemerintah telah melakukan sosialisasi terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 dan peraturan pelaksanaannya kepada publik. Untuk memudahkan pemegang PBPH dan calon investor mendapatkan informasi terkait perizinan, pemerintah juga menyediakan buku panduan yang menjelaskan tata cara perpanjangan, perubahan luasan, pemindahtanganan, dan penyerahan kembali PBPH.

PBPH dapat diserahkan kembali kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebelum jangka waktu izin berakhir. Penyerahan ini dapat dilakukan jika areal tidak dapat dikelola akibat perubahan status kawasan, pelaku usaha tidak mampu mengelola karena faktor finansial, atau adanya kebijakan pemerintah yang membutuhkan area tersebut untuk proyek strategis nasional.

Kebijakan PBPH melalui multi usaha kehutanan ini diharapkan dapat meningkatkan investasi di sektor kehutanan sekaligus memastikan kelestarian hutan Indonesia. Dengan sistem OSS-RBA, proses perizinan menjadi lebih mudah dan efisien, memberikan kepastian usaha bagi pelaku usaha dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.