Konversi Lahan Sawah Picu Krisis Pangan & Lonjakan Harga Beras di Indonesia

Kenaikan harga beras dan konversi lahan sawah di Indonesia mengancam ketahanan pangan. Diperlukan upaya bersama untuk memastikan ketersediaan pangan yang cukup dan harga beras yang terjangkau bagi masyarakat.

Robi Deslia Waldi

2/28/20244 min read

Kenaikan harga beras akhir-akhir ini telah menjadi perbincangan hangat di tengah tantangan krisis pangan yang sedang dialami Indonesia. Menurut data terkini dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada tanggal 28 Februari 2024, harga beras premium mengalami peningkatan sebesar 1,34%, mencapai Rp16.640 per kilogram (kg), sementara harga beras medium naik 0,56%, menjadi Rp14.410 per kg. Kenaikan ini merupakan bagian dari tren kenaikan harga yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir, dan harga beras saat ini masih jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Kenaikan harga beras ini semakin mempersulit tantangan produksi pangan di Indonesia, khususnya terkait konversi lahan sawah. Konversi lahan sawah menjadi permasalahan utama yang dihadapi sektor pertanian Indonesia. Selain menyebabkan penurunan produksi pangan, konversi ini juga berdampak buruk pada investasi, menyebabkan degradasi ekosistem pertanian, dan mengancam kesejahteraan petani. Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan langkah-langkah seperti perencanaan tata ruang yang bijaksana, peningkatan produktivitas, dan pengendalian pertumbuhan penduduk.

Luas lahan memegang peran kunci dalam mencapai target produksi pangan. Pada tahun 2019, luas lahan sawah di Indonesia mencapai sekitar 7,463,948 hektar, berdasarkan Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor. 686/SK-PG.03.03/XII/2019, tertanggal 17 Desember 2019. Namun, perhatian serius ditujukan pada konversi lahan dan kepemilikan yang semakin sempit oleh petani. Menurut Hasil Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) tahun 2018, sekitar 15,89 juta rumah tangga usaha pertanian, atau sekitar 59,07% dari total rumah tangga petani, menguasai lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar. Jumlah rumah tangga petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar meningkat dari 14,62 juta pada tahun 2013 menjadi 15,89 juta pada tahun 2018.

Luas Lahan Baku Sawah Tahun 2015-2019 di Indonesia

Sumber:
2015-2017: BPS (2015-2017) dan Kementerian ATR/BPN (2018-2019) Untuk Lahan Sawah
2018: Angka berdasarkan Ketetapan Menteri ATR/Kepala BPN-RI No. 399/Kep-23.3/X/2018
2019: Angka berdasarkan Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN No.686/SK-PG.03.03/XII/2019 Tanggal 17 Desember 2019

Luas Lahan Pertanian yang Dikuasai Rumah Tangga Usaha Pertanian

Sumber: Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2020-2024

Penyebab kepemilikan lahan yang terpapar adalah: (1) peningkatan konversi lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman dan infrastruktur umum; (2) pecahan lahan akibat pembagian warisan; dan (3) penjualan tanah sawah. Hal ini menyebabkan sebagian besar rumah tangga petani memiliki lahan pertanian dalam jumlah yang terbatas.

Berdasarkan data BPS tahun 2022, populasi Indonesia mencapai 275,773,800 jiwa dengan luas sawah sebesar 7,463,948 hektar (Data Luas lahan sawah tahun 2019). Produksi beras nasional pada tahun tersebut mencapai 31,54 juta ton, namun mengalami penurunan menjadi 30,90 juta ton pada tahun 2023. Penurunan ini sejalan dengan menyusutnya luas panen pada tahun 2023 sebesar 2,45% atau 0,26 juta hektare (ha), dari 10,45 juta ha pada tahun 2022 menjadi 10,20 juta ha pada tahun 2023.

Dibandingkan dengan Vietnam (dengan luas sawah 7,78 juta hektar) dan Thailand (dengan luas sawah 8,67 juta hektar), Indonesia menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mempertahankan ketersediaan pangan, terutama mengingat jumlah penduduk yang lebih tinggi (Departemen Pertanian, 2021). Meskipun demikian, produktivitas padi Indonesia mencapai 5,4 ton per hektar, sedikit di bawah Vietnam (5,5 ton per hektar) namun jauh lebih tinggi daripada Thailand (2,9 ton per hektar).

Regulasi terkait konversi lahan telah diberlakukan melalui UU No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, yang didukung oleh Peraturan Presiden No 59 tahun 2019 tentang pengendalian alih fungsi lahan. Meskipun demikian, implementasi undang-undang ini belum optimal di tingkat pemerintah daerah. Dari total 506 Kabupaten/Kota di Indonesia (kecuali DKI Jakarta), hanya 361 Kabupaten/Kota (sekitar 71 persen) yang telah mengesahkan LP2B melalui Perda RTRW/Perda LP2B. Namun, dari jumlah tersebut, hanya 85 Kabupaten/Kota atau sekitar 16,8 persen yang memiliki RTRW/LP2B yang didukung oleh data spasial. Bahkan, hanya 179 Kabupaten/Kota yang memiliki Perda LP2B, dengan data spasial yang hanya terdapat pada 45 Perda, atau sekitar 8,89 persen dari total. Luas LP2B dari Perda RTRW hanya mencapai 5,5 juta hektar. Hal ini menandakan bahwa luas lahan pertanian secara perlahan akan berkurang jika tidak ada upaya luar biasa dari semua pihak terkait. Selain itu, konversi lahan sawah juga dihadapkan pada ancaman perubahan iklim global yang berpotensi mengganggu stabilitas produksi pangan.

Dengan luas lahan sawah yang terus mengecil dan jumlah penduduk yang terus bertambah, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjamin ketahanan pangan. Ketidakpastian dalam produksi pangan juga berdampak langsung pada harga beras di Indonesia. Penurunan produksi pangan dapat menyebabkan kenaikan harga beras, yang pada gilirannya mempengaruhi daya beli masyarakat. Oleh karena itu, perlindungan terhadap lahan pertanian dari konversi menjadi semakin penting untuk memastikan ketersediaan dan stabilitas harga beras di pasar domestik. Diperlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak untuk memastikan ketersediaan pangan yang memadai dan harga yang terjangkau bagi masyarakat Indonesia.

Sumber Bacaan:
[BAPANAS] Badan Pangan Nasional. 2023. Harga rata-rata komoditas beras premium per provinsi di Indonesia. Pada tautan: https://panelharga.badanpangan.go.id/
Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor 686/SK-PG.03.03/XII/2019 tentang Penetapan Luas Lahan Baku Sawah nasional Tahun 2019. Pada tautan: https://ppid.sumbarprov.go.id/home/details/11776-sk-menteri-atrbpn-686-sk-pg-03-03-xii-2019-luas-baku-lahan-sawah.html
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 484/KPTS/RC.020/M/8/2021 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Pertanian Nomor 259/KPTS/RC.020/M/05/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2020-2024.
Khasanah, I.N., Astuti, K. 2023. Luas Panen dan Produksi Padi di Indonesia 2022 --- Hasil Kegiatan Pendataan Statistik Pertanian Tanaman Pangan Terintegrasi dengan Metode Kerangka Sampel Area. Pada tautan: https://www.bps.go.id/id/publication/2023/08/03/a78164ccd3ad09bdc88e70a2/luas-panen-dan-produksi-padi-di-indonesia-2022.html. Jakarta: Badan Pusat Statistik. ISSN: 2797-7897.
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian – Sekretaris Jenderal Pertanian Kementerian Pertanian. 2021. Naskah Kebiijakan Dinamika Ekonomi Perdesaan: Evaluasi 2007-2018 dan Perspektif ke Depan ---Transformasi Pertanian dan Pedesaan untuk Kesejahteraan Petani: pembelajaran dari Survei Patanas. Jakarta: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Sarwani, M. 2023. Sawah Kita yang terus Menyusut. Diakses pada 27 Februari 2024 pada tautan: https://money.kompas.com/read/2023/03/03/145038026/sawah-kita-yang-terus-menyusut?page=all tertanggal 03 Maret 2023.