Kolaborasi Ibu-Ibu KWT Nusa Indah: Membangun Lubang Biopori untuk Atasi Sampah dan Banjir di Desa Cikaso, Kuningan, Serta Menambah Cadangan Air Tanah untuk Kebutuhan Jangka Panjang

Biopori adalah jejak kecil yang memberikan dampak besar bagi bumi. Dalam setiap lubang, tersimpan kekuatan alam untuk menjaga keseimbangan air, menyuburkan tanah, dan mengurangi limbah. Sebuah langkah sederhana untuk masa depan yang lebih hijau dan lestari.

Ossa Yuniar Puspatriyani dan Siti Maryam

9/14/2024

Pertumbuhan jumlah penduduk berbanding lurus dengan peningkatan volume sampah rumah tangga. Timbunan sampah ini tidak hanya mencemari lingkungan, tetapi juga menyebarkan penyakit, menimbulkan bau tidak sedap, dan mengakibatkan penyumbatan saluran air yang berpotensi menyebabkan banjir. Pengelolaan sampah yang tidak efektif berkontribusi pada terjadinya banjir, di mana sampah yang dibuang ke sungai dan saluran drainase mengurangi kapasitas aliran air. Proses pemadatan tanah dan penggunaan alat berat juga mengurangi pori-pori tanah, sehingga kemampuannya untuk menyerap air berkurang. Semua ini mengakibatkan risiko meluapnya air saat hujan dan kekeringan saat musim kemarau.

Di sinilah biopori hadir sebagai solusi sederhana namun efektif. Biopori merupakan teknologi sederhana yang menawarkan solusi inovatif untuk masalah lingkungan perkotaan, khususnya dalam pengelolaan air hujan dan limbah organik. Teknologi ini meningkatkan daya serap air tanah melalui lubang kecil yang digali dan diisi dengan bahan organik, seperti dedaunan. Dengan memanfaatkan biopori, kita tidak hanya mencegah genangan air, tetapi juga meningkatkan kualitas tanah dengan meningkatkan infiltrasi air, serta mengurangi risiko banjir. Di Indonesia, pentingnya biopori semakin meningkat seiring dengan perubahan iklim dan urbanisasi yang cepat.

Pemerintah telah mendorong implementasi biopori melalui regulasi, seperti Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 12/PRT/M/2014. Regulasi ini mengajak pemerintah daerah dan masyarakat untuk menggunakan metode ramah lingkungan guna meningkatkan kapasitas sistem drainase dan meminimalkan risiko banjir. Selain itu, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 menekankan pentingnya konservasi tanah dan air dalam strategi penurunan emisi gas rumah kaca. Dengan biopori, tidak hanya banjir yang dapat dikurangi, tetapi juga kualitas lingkungan yang dapat ditingkatkan melalui pengelolaan limbah organik.

Menurut Susanti dan Kartika (2022) dalam Jurnal Pendidikan Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan, biopori membantu dalam konservasi air sekaligus menjadi sarana efektif untuk mengolah sampah organik. Limbah daun dan sisa makanan yang dimasukkan ke dalam lubang biopori akan terurai menjadi kompos yang bermanfaat untuk kesuburan tanah.

Pada tanggal 13 September 2024, Kelompok Green Wave, di bawah program Green Leaders Indonesia, berkolaborasi dengan Kelompok Wanita Tani (KWT) Nusa Indah dan Yayasan Riung Rimbaraya Indonesia, melaksanakan kegiatan Green Innovation Week (GROW) di Desa Cikaso, Kabupaten Kuningan. Dalam kegiatan ini, biopori dibangun untuk mengatasi masalah sampah dan banjir yang sering melanda desa tersebut. Bersama Ibu-ibu KWT, mereka membuat lubang biopori di beberapa titik, termasuk di depan Green House desa. Air hujan dapat terserap dengan cepat melalui lubang-lubang ini, meningkatkan ketersediaan air tanah.

Air yang terserap melalui biopori menjadikan tanah subur berkat adanya bahan organik yang terurai menjadi kompos. Sebelum praktik pembuatan biopori, dilakukan edukasi oleh Teh Maryam dari Rimbaraya Indonesia dan Fina dari GROW. Fina menjelaskan, “Biopori ini merupakan solusi mudah bagi kaum ibu-ibu, karena bisa membuang sampah rumah tangga ke dalamnya.” Maryam menambahkan, “Biopori cocok dijadikan alat bantu pengelolaan sampah di setiap rumah. Harapan kami, kegiatan ini dapat diimplementasikan di pekarangan rumah masing-masing.”

Kegiatan ini melibatkan alat sederhana seperti bor biopori dan paralon yang telah diberi tutup dan lubang. Setelah sosialisasi, kelompok Green Wave mempraktikkan pembuatan lubang biopori dengan antusiasme tinggi dari para peserta.

Kelompok Green Wave, terdiri dari Fina Nadia Silma, Ossa Yuniar Puspatriyani, Nunu Rangga Walis, Nurhaliza Ainur Rachmat, M. Syarkhul Muin, dan Faiz Ni’matul Haq, menciptakan lubang resapan biopori sebagai bagian dari inovasi Green Innovation Week. Fina menyatakan, “Alat ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, karena memiliki banyak manfaat.”

Melalui praktik biopori, kita dapat melihat langkah kecil yang membawa perubahan besar bagi lingkungan. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang terlibat, dampaknya akan meluas, seperti penurunan risiko banjir, pengelolaan sampah yang lebih baik, dan peningkatan kesuburan tanah di lingkungan perkotaan. Oleh karena itu, biopori tidak hanya menjadi alat konservasi, tetapi juga sarana untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga keberlanjutan lingkungan secara bersama-sama.

Siti Maryam
Ketua Bidang Lingkungan
Yayasan Riung Rimbaraya Indonesia

Referensi:
Kusumawati, I., & Rahmadi, T. (2020). Effect of Biopore Absorption Hole on Soil Moisture and Plant Growth. International Journal of Agriculture and Environmental Research, 18(3), 88-98.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.
Permana, M., & Utami, R. (2022). Improving Water Quality through Biopore Technology in Wetland Areas. Journal of Environmental Management, 134(5), 123-132.
Susanti, L., & Kartika, R. (2022). Pemanfaatan Lubang Biopori untuk Konservasi Air dan Pengelolaan Sampah Organik di Lingkungan Sekolah. Jurnal Pendidikan Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan, 6(1), 38-45.

Ossa Yuniar Puspatriyani
Mahasiswa Ilmu Lingkungan

Universitas Kuningan