Collaboration Day Bersama “Gen Z” SMA Doa Bangsa dalam Memahami Peran Hutan Tropis Indonesia sebagai Benteng Lingkungan Hidup

Program Collaboration Day SMA Doa Bangsa di Situ Gunung, bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan IPB, mengajak Gen Z untuk memahami pentingnya hutan tropis Indonesia dan peran mereka dalam mengatasi tantangan global, seperti perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Bayu Winata, S.Hut., M.Si

10/28/2024

Dok: Pribadi

Generasi Z atau juga dikenal sebagai “Gen Z” merupakan istilah yang merujuk pada kelompok demografis yang lahir pada tahun 1997 – 2012. Gen Z tumbuh dan berkembang bersama dengan era dimana teknologi internet dan digital berkembang begitu cepat dan massive. Hal ini menyebabkan Gen Z begitu "sangat terhubung” dengan teknologi, bahkan sejak usia dini. Gen Z dikenal memiliki keunikan dan karakteristik tersendiri yang membedakannya dari generasi sebelumnya, yaitu generasi milenial. Beberapa ciri khas Gen Z, diantaranya, yaitu:
(1). Teknologi sebagai bagian dari hidup (digital natives),
(2). Berjiwa inklusif dan multikultural,
(3). Kesadaran sosial tinggi,
(4). Mandiri dan kreatif,
(5). Preferensi pembelajaran yang berbeda, dan
(6). Prioritas keseimbangan hidup.

Keunikan-keuinikan ini membuat Gen Z cenderung memiliki cara pandang, preferensi gaya hidup, dan perilaku yang relatif berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Di samping memiliki keunikan-keunikan yang khas, Gen Z juga memiliki berbagai macam kendala dan tantangan yang potensial, diantaranya, yaitu:
(1). Kesehatan mental,
(2). Ketidakpastian ekonomi,
(3). Kesulitan membina hubungan yang bermakna dengan lingkungan,
(4). Informasi yang berlebihan,
(5). Lingkungan digital yang tidak sehat,
(6). Perubahan iklim dan kerusakan lingkungan hidup,
(7). Ancaman krisis global, dan
(8). Ketidakpastian akan masa depan.

Dalam rangka mengoptimalkan berbagai keunikan yang dimiliki dan mengatasi berbagai potensi kendala atau tantangan Gen Z, maka diperlukan upaya pembelajaran dengan pendekatan yang juga tidak biasa. Proses pembelajaran yang dinamis, interaktif, dan kolaboratif diperlukan, terlebih proses yang dilakukan langsung di alam bebas (outdoor), dengan sesekali mengurangi penggunaan platform teknologi digital, internet, dan komunikasi. Poin terakhir ini sangat penting untuk menstimulasi Gen Z akan kesadaran lingkungan hidup yang susungguhnya (real), bukan sekedar kehidupan lingkungan di dalam dunia maya atau media sosial.

Menangkap potensi dan kendala Gen Z dewasa ini, Sekolah Menengah Atas (SMA) Doa Bangsa melaksanakan salah satu program pembelajarannya, yaitu Collaboration Day. Ridwan Maulana Yusuf, M.Pd. selaku Kepala Sekolah, menjelaskan bahawa Program Collaboration Day merupakan program kebersamaan antar civitas, baik guru maupun siswa seluruh kelas. Secara umum, program ini meliputi berbagai rangkaian kegiatan meliputi olah raga bersama, membersihkan lingkungan, seni dan budaya, hingga sharing session mengenai ilmu pengetahuan dan wawasan lingkungan, serta kegiatan forest healing di alam bebas (outdoor). Collaboration day kali ini dilaksanakan di Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada tanggal 8 – 9 Oktober 2024, serta diikuti oleh 33 staff pengajar dan 179 siswa kelas 1 hingga 3. Selain itu, program Collaboration Day SMA Doa Bangsa kali ini juga dilakukan dengan berkolaborasi bersama narasumber dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University (Fahutan IPB).

Dalam rangkaian kegiatan sharing session bersama para guru dan siswa, Bayu Winata, MSi selaku dosen di Fahutan IPB memantik dengan mengenalkan “Hutan Tropis Indonesia” sebagai “paru-paru dunia” serta “rumah” berbagai jenis flora dan fauna. Dalam kegiatan ini juga disinggung bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kenakeragaman hayati paling tinggi di dunia, sehingga dijuluki sebagai “Megabiodiversity Country”. Selain itu juga, ia memantik betapa pentignya “kedudukan” ekosistem hutan tropis di Indonesia, sehingga dianggap sebagai “Benteng Lingkungan Hidup”, tidak hanya pada tingkat lokal, tapi juga global.

Bayangkan saja, tatkala terjadi kebakaran hutan gambut di Indonesia misalnya, polusi asap kebakaran tidak hanya mengganggu wilayah setempat, tapi juga sangat memungkinkan menyebar ke wilayah lain, bahkan lintas negara, misalnya Singapura dan/atau Malaysia. Atau bayangkan saja, ketika hutan tropis Indonsia mampu menyerap jutaan karbondioksida, serta menghasilkan jutaan oksigen, hingga mampu mengalirkan jutaan air, dimana semua itu dapat menjaga stabilitas atmosfer, apakah hanya Indonesia yang merasakan nilai manfaatnya? Tentu, tidak. Artinya dunia juga mendapatkan nilai manfaat dari keberadaan hutan tropis di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Memperkuat kesadaran akan pentingnya hutan tropis Indonesia dan keharusan untuk dijaga kelestariannya, Bayu juga memantik dengan menerangkan beberapa fungsi hutan tropis yang penting, misalnya sebagai habitat flora dan fauna, sumber air, udara, pengatur kesimbangan iklim mikro hingga global, penghasil O2 dan penyerap CO2, serta penyerap juga penyimpan karbon yang besar. Tak lupa untuk semakin menarik minat para Gen Z khususnya, Bayu juga memperkenalkan berbagai contoh formasi hutan yang ada di Indonesia, seperti hutan pantai, hutan mangrove, hutan kerangas, hutan rawa, hutan rawa gambut, hutan dataran rendah, hingga hutan pegunungan dengan segala keanekaragaman flora dan fauna di dalamnya.

Dalam dinginnya kabut yang mulai turun menyelimuti area kemah (camping ground) di tepi Danau Situ Gunung, rasa ingin tahu para siswa memecah sharing session itu dan menghangatkan suasana diskusi menjadi lebih dinamis, interaktif, dan komunikatif. Hal ini, semakin hidup, tatkala Bayu mulai memantik pada isu yang lebih serius, mengenai tantangan dunia dan kaitannya dengan hutan tropis Indonesia, yaitu “Triple Planetary Crisis”.

Tiga buah kata yang membentuk sebuah kesatuan istilah dan merujuk pada tiga butir permasalahan utama yang mengancam keberlangsungan pri kehidupan di muka bumi, yaitu: (1). Climate change, (2). Pollution, dan (3). Biodiversity Loss. Ketiganya tentu sangat erat berakitan dengan dinamika yang ada dalam ekosistem hutan, termasuk ekosistem hutan tropis yang salah satunya juga ada di Indonesia. Para siswa yang notabenenya merupakan Gen Z begitu tertarik dan antusias dalam hal ini. Mereka mulai menyadari betapa strategisnya peran Indonesia dalam andil mengatasi tiga isu dunia tersebut.

Betapapun potensi dan kendala mengenai Gen Z, mereka adalah generasi muda yang kelak pada waktunya akan meneruskan perjalanan bangsa ini, bahkan meneruskan peradaban dunia. Kesadaran akan wawasan lingkungan hidup yang baik, benar, dan bermanfaat yang dilengkapi dengan kecakapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kedewasaan emosional dan spiritual adalah harapan yang besar bagi mereka selaku generasi penerus bangsa, sehingga kelak generasi ini memiliki kedewasaan dan kebijaksanaan dalam berfikir, bertindak, dan berprilaku yang impactful tidak hanya bagi diri sendiri, tapi juga lingkungan hidup yang luas.

Bayu Winata, S.Hut., M.Si

Dosen Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan dan Lingkungan
IPB University